Sabtu, 18 April 2015

Pembahasan Asbabun Nuzul

ASBABUN NUZUL
 PERTAUTAN
MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Istianah, MA
                                                                                    








 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
TAHUN 2012

ASBABUN NUZUL



A.    PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah nama wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada nabi terakhir sekaligus Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW. Dengan berpegang kepada Al-Qur’an dan sebab limpahan berkah Allah SWT melalui Al-Qur’an. Nabi Muhammad menduduki rangking pertama dari seratus orang yang paling berpengaruh di dunia. Mulai dari dulu hingga kini, bahkan sampai hari kiamat insyaallah.
Untuk memelihara Al-Qur’an dari bentuk penyelewengan dan infiltrasi manusia, maka Alla telah memeliharanya melalui para pewaris Nabi-Nya, yaitu para ulama’ utamanya yang juga hamalatul qur’an. Dengan berbagai disiplin ilmu disetiap zaman tampilla para ulama’ menjelaskan ayat-ayatnya, menafsirkan makna-maknya, menulis berbagai masalahnya, dan menguak berbagai rahasianya.
Agar dapat mencapai rujukan yang benar, kita terlebih dahulu harus mengetahui sebab-sebab turunnya  Al-Qur’an, maka studi ulumul qur’an merupakan sarana awal yang harus ditempuh. Disana akan dapatdibuktikan kebenaran Al-Qur’an.
B.     PERMASALAHAN
  1. apa pengertian Asbabun Nuzul?
  2. bagaimanakah cara-cara mengetahui Asbabun Nuzul?
  3. Apakah pentingnya ilmu Asbabun Nuzul?
C.    PEMBAHASAN
  1. Pengertian Asbabun Nuzul
Yang dimaksud dengan Asbabun Nuzul adalah peristiwa yang melatar belakangi pada saat turunnya Al-Qur’an. Seperti peristiwa yang terjadi saat turunnya Al-Qur’an, lalu turun satu atau beberapa ayat yang menjelaskan hukum pada peristiwa tersebut, atau seperti pertanyaan yang dihadapkan pada Rasulullah SAW, lalu turunlah satu ayat atau beberapa ayat dari Al-Qur’an yang didalamnya terdapat jawabannya. Sudah menjadi keharusan, turunnya ayat-ayat pada saat terjadinya peristiw, atau pada saat di arahkannya suatu pertanyaan. Jika peristiwa tersebut terjadi ke dalam bab yang membahas “kabar dari peristiwa-peristiwa lampau dan umat terdahulu”.
Peristiwa yang terjadi sebab turunnya Al-Qur’an terkadang berasal dari Rasulullah. Sebagaimana terjadi pada sebab turunnya surat ”Abasa” yakni ketika Ibnu Ummi Maktum menemui Nabi Muhammad SAW. Sementara nabi sedang berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy, serta mengajak mereka masuk islam, Ibnu Maktum berkata: “Ya rasulullah, ajarilah aku apa yang telah diajarkan pada tuan”. Dia terus memanggil Rasul berulang kali. Saat itu Rosulullah tak menghiraukannya, karena beliau sedang sibuk menyambut kelompok Quraisy, lalu turunlah surat “Abasa”. Sejak saat itu, jika Rasul melihat Ummi Maktum, beliau berkata:”Selamat datang wahai orang yang membuat Allah menegurku”. Kadang peristiwa juga terjadi dari sekelompok sahabat. Sebagaimana sahabat yang membela orang-orang munafik dan berhubungan dengan orang-orang Yahudi karena ada  relasi diantara mereka. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ali Imran: 118.[1]
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? ZptR$sÜÎ/ `ÏiB öNä3ÏRrߊ Ÿw öNä3tRqä9ù'tƒ Zw$t6yz (#rŠur $tB ÷LêÏYtã ôs% ÏNyt/ âä!$ŸÒøót7ø9$# ô`ÏB öNÎgÏdºuqøùr& $tBur Ïÿ÷è? öNèdârßß¹ çŽt9ø.r& 4 ôs% $¨Y¨t/ ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# ( bÎ) ÷LäêZä. tbqè=É)÷ès? ÇÊÊÑÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh Telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.
ما نزلت الاية اوالايات بسببه متضمنه له او مجيبة عنه او مبنية لحكمه زمن وقوعه
Artinya: Sesuatu yang sama sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya, pada masa terjadinya peristiwa itu.

Maksudnya adalah suatu kejadian yang terjadi di zaman Nabi SAW, atau sesuatu pertanyaan yang dihadapkan pada Nabi SAW. Sehingga turunlah satu ayat atau beberapa ayat dari Allah yang berhubungan dengan kejadian itu, atau sebagai jawaban atas pertanyaan itu, baik peristiwa itu merupakan pertengkaran atau kesalahan yang dilakukan maupun suatu peristiwa atau suatu keinginan yang baik.
Perkataaan Ali Ibnu Mas’ud r.a. dan ulama-ulama sahabat yang lain yaitu: tidaklah turun sesuatu ayat, melainkan aku mengetahui terhadap sebab apa ayat itu turun, terhadap siapa ayat itu turun, dan dimana ayat itu turun. Perkataan tersebut tidak boleh kita ambil harfiahnya. Karena perkataan itu hanyalah untuk menytaakan, bahwa beliau itu sangat memperhatikan keadaan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, walaupun diantara sebab-sebab nuzul itu ada yang tidak diketahuinya sendiri, karena tidak menghadiri peristiwa  turunnya ayat  itu, hanya didewngar dari sahabat-sahabat lain. Mungkin juga perkataan tersebut hanyalah perkataan yang dirujuk orang kepada beliau saja.[2]
  1. Cara-cara mengetahui Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul dikethaui mellaui riwayat yang disandarkan kepada Nabi SAW. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan padanya bisa dipegang.
Riwayat yang bisa dipegang adalah riwayat yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana ditetapkan para ahli hadits. Karena itu harus mempunyai pengetahuan tentang siapa yang meriwayatkan peristiwa tersebut dan apakah waktu itu ia sungguh-sungguh mneyaksikan dan kemudian siapa yang menyampaikan kepada kita.
Adanya sebab turunnya ayat adalah suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Oleh karena itulah, tidak ada cara lain untuk mengetahuinya selain lewat periwayatan yang shohih.[3]
Dari orang yang telah menyaksikannya, orang yang hadir pada saat itu. Tidak diperbolehkan ijtihad karena hal itu sama halnya membahas Al-Qur’an tanpa menggunakan ilmu, sebagaimana firman Allah SWT:
وَلاَ تَقُفْ مَالَيْسَ بِهِ عِلْمٌۚ إِنَّ السَّمْعَ وَاْلبَصَرَ وَاْلفُوأَدَ كُلٌّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً.

Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Jika terdapat sebab turunnya ayat yang datang dari sahabat , maka ungkapannya tidkalah kosong, yakni pasti dan jelas dalam sebab, maka baginya dihukumi hadits marfu’. Dan jika ungkapannya tidak jelas, seperti kata-kata “ayat ini turun dalam hal begini”.
Maka sungguh hal itu mengandung hal-hal yang menyatakan bahwa ini termasuk dalam ayat, sekalipun tidak terdapat sebab. Tapi yang dimaksudkan adalah menerangkan sebagian yang muncul dalam sebuah ayat .apabila terdapat sebab-sebab turunnya ayat dari tabi’in, maka untuk diterima disyaratkan empat hal yaitu:
  • Hendaknya ungkapannya jelas (eksplisit) dalam kata-kata sebab, dengan mengatakan “ sebab turunnya ayat ini adalah begini”.
  • Isnadnya shohih
  • Tabi’in yang dimaksud termasuk imam tafsir yang mengambil dari sahabat.
  • Meminta sokongan riwayat tabi’in yang lain, yang menyempurnakan suatu syarat. Apabila syarat ini sempurna pada riwayat tabi’in, maka diterima dan mendapat hukum hadits mursal.[4]
Al-Wahidi mengatakan: “Tidak hala berpendapat mengenai asbabun nuzul kitab kecuali berdasarkan pada riwayat atau mendengarkan langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh dalam mencarinya”.
Inilah jalan yang ditempuh ulama’ salaf. Mereka amat berhati-hati untuk mengatakan sesuatu mengenai asbabun nuzul tanpa pengetahuan yang jelas. Muhammad bin Sirin mengatakan “ketika ku tanyakan pad Ubaidah mengenai satu ayat Al-Qur’an, dijawbnya bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah yang benar. Apabila seorang tokoh ulama’ seperti Ibnu Sirin yang termasuk tokoh tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati dan cermat mengenai riwayat dan kata-kata yang menentukan, maka hal itu menunjukkan orang harus benar-benar mengetahui asbabun nuzul. Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat ucapan, ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad.
As-Suyuthi berpendapat bahwa bila ucapan seoarang tabi’in secara jelas menunjukkan asbabun nuzul maka ucapan tersebut dapat diterima. Dan mempunyai mursal bila penyandaran kepada  tabi’in itu benar dan ia termasuk salah seorang imam tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah dan Sa’id bin Zubair serta didukung oleh hadits mursal lainnya.[5]



  1. Pentingnya asbabun Nuzul
Para ulama’ tidak sepakat mengenai kedudukan asbab an-nuzul. Mayoritas ulama’ tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai riwayat asbab an-nuzul, karena yang terpenting bagi mereka adalah apa yang tertera pada redaksi ayat. Tentang pentingnya mengetahui asbab an-nuzul ulama’ berbeda pendapat.
Ø  Sebagian ulama’ ;ain menytaakan bahwa pengetahuan tersebut tidak penting karena hal tersebut termasuk pengetahuan sejarah Al-Qur’an.
Ø  Sebagian ulama’ lain menyatakan bahwa pengetahuan tersebut sangat perlu bahkan menurut as-Syatibi, penegtahuan asbab an-nuzul merupakan kepastian bagi orang yang ingin mengetahui kandungan Al-Qur’an.
Dengan adanya perbedaan pendapat diantara para ulama’ mengenai pentingnya mengetahui asbabun nuzul. Para ulama yang menganggap penting untuk mengetahui asbabun nuzul tersebut, bukan berarti tanpa alas an yang jelas.
Diantara argumen yang dikemukakan oleh ulama’ yang menganggap penting untuk mengetahui asbabun nuzul tersebut sebagai berikut:
1.         Kata al-Wahidi: tidak mungkin diketahui tafsir ayat tanpa merujuk pada kisahnya dan penjelasan turunnya. Maksudnya, tidak mungkin diketahui tafsir ayat Al-Qur’an tanpa terlebih dahulu diketahui kisahnya dan keterangannya sebab turunnya ayat yang bersangkutan.
2.         Kata Ibnu Taimiyyah : mengetahui sebab nuzul dapat menolong dalam memahami ayat karena sesungguhnya dengan mengetahui sebab dapat mewariskan ilmu tenatang musabbab. Maksudnya adalah pengetahuan asbabun nuzul membantu memamhami ayat-ayat Al-Qur’an.[6]
Ulama yang menganggap sangat penting mengetahui asbabaun nuzul Al-Qur’an tersebut telah merinci kegunaan pengetahuan tersebut , diantaranya:
  1. memberi petunjuk tentang hikmah yang dikehendaki Allah atas apa yang telah ditetapkan hukumnya.
  2. Memberi petunjuk tentang adanya ayat-ayat tertentu yang memiliki kekhususan hukum tertentu.
  3. Merupakan cara yang efisien untuk memahami makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

D.    KESIMPULAN
Ø  Asbabun nuzul zadalah peristiwa yang melatar belakangi turunnya sebuah atau beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
Ø  Asbabun nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan pada Nabi SAW. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya bisa dipegang. Riwayat yang bisa dipegang adalah riwayat yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaiaman telah ditetapkan oleh para ahli hadits.
Ø  Tentang pentingnya mengetahui asbabun nuzul, ulama berbeda pendapat, yaitu:
ü  Sebagian ulama’ mengatakan bahwa pengetahuan asbabun nuzul tidak penting karena hal tersebut termasuk pengetahuan sejarah Al-Qur’an.
ü  Sebagian ulama’ lain mengatakan bahwa pengetahuan tesebut sangat perlu, bahkan menurut as-Syatibi pengetahuan asbabun nuzul merupakan kemestian bagi orang yang ingin mengetahui kandungan Al-Qur’an.
E.     PENUTUP
Demikian uraian makalah yang dapat penulis sajikan, apabila terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun dalam pemaparan, kami mohon maaf. Kesempurnaan hanya milik Allah dankekurangan pastilah milik manusia. Karena itu, tidak lupa kritik dan saran selalu kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.


REFERENSI
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an (Studi Kompleksita Al-Qur’an), Titian Illahi
Teungku Muhammad Hasbi As-Shodialy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Ilmu-Ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an, Pustaka Rizki Putra: Semarang
Didin Saefudin Buchari, 2005. Pedoman MemahamiAl-Qur’an, Gramedia Sarana Pustaka: Bogor
Manna’ Khalil Al-Qattan, 2001, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa: Jakarta
Muchotob Hamzah, 2003, Studi Al-Qur’an Komprehensif, Gama Media: Yogyakarta






[1] Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an (Studi Kompleksita al-Qur’an), Titian Illahi. Hal 181.
[2] Teungku Muhammad Hasbi As-Shodialy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an Ilmu-Ilmu Pokok dalam Menafsirkan al-Qur’an, Pustaka Rizki Putra: Semarang. Hal 18-19.
[3] Didin Saefudin Buchari, 2005. Pedoman Memahamial-Qur’an, Gramedia Sarana Pustaka: Bogor. Hal.14
[4] Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Op,Cit. hal.185
[5] Manna’ Khalil Al-Qattan, 2001, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa: Jakarta. Hal. 108
[6] Muchotob Hamzah, 2003, Studi al-Qur’an Komprehensif, Gama Media: Yogyakarta. Hal. 79

Tidak ada komentar:

Posting Komentar