ASBABUN NUZUL
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Istianah, MA


SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
/ PAI
TAHUN 2012
![]() |
ASBABUN NUZUL
A.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an
adalah nama wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada nabi terakhir sekaligus
Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW. Dengan berpegang kepada Al-Qur’an dan sebab
limpahan berkah Allah SWT melalui Al-Qur’an. Nabi Muhammad menduduki rangking
pertama dari seratus orang yang paling berpengaruh di dunia. Mulai dari dulu
hingga kini, bahkan sampai hari kiamat insyaallah.
Untuk
memelihara Al-Qur’an dari bentuk penyelewengan dan infiltrasi manusia, maka
Alla telah memeliharanya melalui para pewaris Nabi-Nya, yaitu para ulama’
utamanya yang juga hamalatul qur’an. Dengan berbagai disiplin ilmu disetiap
zaman tampilla para ulama’ menjelaskan ayat-ayatnya, menafsirkan makna-maknya,
menulis berbagai masalahnya, dan menguak berbagai rahasianya.
Agar
dapat mencapai rujukan yang benar, kita terlebih dahulu harus mengetahui
sebab-sebab turunnya Al-Qur’an, maka
studi ulumul qur’an merupakan sarana awal yang harus ditempuh. Disana akan
dapatdibuktikan kebenaran Al-Qur’an.
B.
PERMASALAHAN
- apa pengertian Asbabun Nuzul?
- bagaimanakah cara-cara mengetahui Asbabun Nuzul?
- Apakah pentingnya ilmu Asbabun Nuzul?
C. PEMBAHASAN
- Pengertian Asbabun Nuzul
Yang dimaksud dengan Asbabun Nuzul adalah peristiwa yang
melatar belakangi pada saat turunnya Al-Qur’an. Seperti peristiwa yang terjadi
saat turunnya Al-Qur’an, lalu turun satu atau beberapa ayat yang menjelaskan hukum
pada peristiwa tersebut, atau seperti pertanyaan yang dihadapkan pada
Rasulullah SAW, lalu turunlah satu ayat atau beberapa ayat dari Al-Qur’an yang
didalamnya terdapat jawabannya. Sudah menjadi keharusan, turunnya ayat-ayat
pada saat terjadinya peristiw, atau pada saat di arahkannya suatu pertanyaan.
Jika peristiwa tersebut terjadi ke dalam bab yang membahas “kabar dari
peristiwa-peristiwa lampau dan umat terdahulu”.
Peristiwa yang terjadi sebab turunnya Al-Qur’an
terkadang berasal dari Rasulullah. Sebagaimana terjadi pada sebab turunnya
surat ”Abasa” yakni ketika Ibnu Ummi Maktum menemui Nabi Muhammad SAW.
Sementara nabi sedang berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy, serta mengajak
mereka masuk islam, Ibnu Maktum berkata: “Ya rasulullah, ajarilah aku apa yang
telah diajarkan pada tuan”. Dia terus memanggil Rasul berulang kali. Saat itu
Rosulullah tak menghiraukannya, karena beliau sedang sibuk menyambut kelompok
Quraisy, lalu turunlah surat “Abasa”. Sejak saat itu, jika Rasul melihat Ummi
Maktum, beliau berkata:”Selamat datang wahai orang yang membuat Allah menegurku”.
Kadang peristiwa juga terjadi dari sekelompok sahabat. Sebagaimana sahabat yang
membela orang-orang munafik dan berhubungan dengan orang-orang Yahudi karena
ada relasi diantara mereka. Sebagaimana
firman Allah dalam Surat Ali Imran: 118.[1]
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#räÏGs? ZptR$sÜÎ/ `ÏiB
öNä3ÏRrß w öNä3tRqä9ù't Zw$t6yz (#rur $tB ÷LêÏYtã
ôs%
ÏNyt/ âä!$Òøót7ø9$# ô`ÏB
öNÎgÏdºuqøùr& $tBur Ïÿ÷è? öNèdârßß¹ çt9ø.r&
4 ôs%
$¨Y¨t/ ãNä3s9 ÏM»tFy$# ( bÎ) ÷LäêZä. tbqè=É)÷ès? ÇÊÊÑÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena)
mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai
apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa
yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh Telah kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.
ما نزلت الاية اوالايات بسببه متضمنه له
او مجيبة عنه او مبنية لحكمه زمن وقوعه
Artinya: Sesuatu yang sama sebabnyalah turun
sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban
tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya, pada masa terjadinya peristiwa
itu.
Maksudnya adalah suatu kejadian yang terjadi di zaman
Nabi SAW, atau sesuatu pertanyaan yang dihadapkan pada Nabi SAW. Sehingga
turunlah satu ayat atau beberapa ayat dari Allah yang berhubungan dengan
kejadian itu, atau sebagai jawaban atas pertanyaan itu, baik peristiwa itu
merupakan pertengkaran atau kesalahan yang dilakukan maupun suatu peristiwa
atau suatu keinginan yang baik.
Perkataaan Ali Ibnu Mas’ud r.a. dan ulama-ulama sahabat
yang lain yaitu: tidaklah turun sesuatu ayat, melainkan aku mengetahui terhadap
sebab apa ayat itu turun, terhadap siapa ayat itu turun, dan dimana ayat itu
turun. Perkataan tersebut tidak boleh kita ambil harfiahnya. Karena perkataan
itu hanyalah untuk menytaakan, bahwa beliau itu sangat memperhatikan keadaan
turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, walaupun diantara sebab-sebab nuzul itu ada yang tidak
diketahuinya sendiri, karena tidak menghadiri peristiwa turunnya ayat itu, hanya didewngar dari sahabat-sahabat
lain. Mungkin juga perkataan tersebut hanyalah perkataan yang dirujuk orang
kepada beliau saja.[2]
- Cara-cara mengetahui Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul dikethaui mellaui riwayat yang disandarkan
kepada Nabi SAW. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan padanya bisa
dipegang.
Riwayat yang bisa dipegang adalah riwayat yang memenuhi
syarat-syarat tertentu sebagaimana ditetapkan para ahli hadits. Karena itu
harus mempunyai pengetahuan tentang siapa yang meriwayatkan peristiwa tersebut
dan apakah waktu itu ia sungguh-sungguh mneyaksikan dan kemudian siapa yang
menyampaikan kepada kita.
Adanya sebab turunnya ayat adalah suatu peristiwa
sejarah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Oleh karena itulah, tidak ada
cara lain untuk mengetahuinya selain lewat periwayatan yang shohih.[3]
Dari orang yang telah menyaksikannya, orang yang hadir
pada saat itu. Tidak diperbolehkan ijtihad karena hal itu sama halnya membahas Al-Qur’an
tanpa menggunakan ilmu, sebagaimana firman Allah SWT:
وَلاَ تَقُفْ مَالَيْسَ بِهِ عِلْمٌۚ إِنَّ السَّمْعَ وَاْلبَصَرَ وَاْلفُوأَدَ
كُلٌّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً.
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Jika terdapat sebab turunnya ayat yang datang dari
sahabat , maka ungkapannya tidkalah kosong, yakni pasti dan jelas dalam sebab,
maka baginya dihukumi hadits marfu’. Dan jika ungkapannya tidak jelas, seperti
kata-kata “ayat ini turun dalam hal begini”.
Maka sungguh hal itu mengandung hal-hal yang menyatakan
bahwa ini termasuk dalam ayat, sekalipun tidak terdapat sebab. Tapi yang
dimaksudkan adalah menerangkan sebagian yang muncul dalam sebuah ayat .apabila
terdapat sebab-sebab turunnya ayat dari tabi’in, maka untuk diterima
disyaratkan empat hal yaitu:
- Hendaknya ungkapannya jelas (eksplisit) dalam
kata-kata sebab, dengan mengatakan “ sebab turunnya ayat ini adalah
begini”.
- Isnadnya shohih
- Tabi’in yang dimaksud termasuk imam tafsir yang
mengambil dari sahabat.
- Meminta sokongan riwayat tabi’in yang lain, yang
menyempurnakan suatu syarat. Apabila syarat ini sempurna pada riwayat
tabi’in, maka diterima dan mendapat hukum hadits mursal.[4]
Al-Wahidi mengatakan: “Tidak hala berpendapat mengenai
asbabun nuzul kitab kecuali berdasarkan pada riwayat atau mendengarkan langsung
dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan
membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh dalam mencarinya”.
Inilah jalan yang ditempuh ulama’ salaf. Mereka amat
berhati-hati untuk mengatakan sesuatu mengenai asbabun nuzul tanpa pengetahuan
yang jelas. Muhammad bin Sirin mengatakan “ketika ku tanyakan pad Ubaidah
mengenai satu ayat Al-Qur’an, dijawbnya bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah
yang benar. Apabila seorang tokoh ulama’ seperti Ibnu Sirin yang termasuk tokoh
tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati dan cermat mengenai riwayat dan
kata-kata yang menentukan, maka hal itu menunjukkan orang harus benar-benar
mengetahui asbabun nuzul. Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam
asbabun nuzul adalah riwayat ucapan, ucapan sahabat yang bentuknya seperti
musnad.
As-Suyuthi berpendapat bahwa bila ucapan seoarang
tabi’in secara jelas menunjukkan asbabun nuzul maka ucapan tersebut dapat
diterima. Dan mempunyai mursal bila penyandaran kepada tabi’in itu benar dan ia termasuk salah
seorang imam tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat, seperti Mujahid,
Ikrimah dan Sa’id bin Zubair serta didukung oleh hadits mursal lainnya.[5]
- Pentingnya asbabun Nuzul
Para ulama’ tidak sepakat mengenai kedudukan asbab
an-nuzul. Mayoritas ulama’ tidak memberikan keistimewaan khusus kepada
ayat-ayat yang mempunyai riwayat asbab an-nuzul, karena yang terpenting bagi
mereka adalah apa yang tertera pada redaksi ayat. Tentang pentingnya mengetahui
asbab an-nuzul ulama’ berbeda pendapat.
Ø
Sebagian ulama’ ;ain menytaakan bahwa
pengetahuan tersebut tidak penting karena hal tersebut termasuk pengetahuan
sejarah Al-Qur’an.
Ø
Sebagian ulama’ lain menyatakan bahwa
pengetahuan tersebut sangat perlu bahkan menurut as-Syatibi, penegtahuan asbab
an-nuzul merupakan kepastian bagi orang yang ingin mengetahui kandungan Al-Qur’an.
Dengan adanya perbedaan pendapat diantara para ulama’
mengenai pentingnya mengetahui asbabun nuzul. Para ulama yang menganggap
penting untuk mengetahui asbabun nuzul tersebut, bukan berarti tanpa alas an
yang jelas.
Diantara argumen yang dikemukakan oleh ulama’ yang
menganggap penting untuk mengetahui asbabun nuzul tersebut sebagai berikut:
1.
Kata al-Wahidi: tidak mungkin diketahui tafsir ayat
tanpa merujuk pada kisahnya dan penjelasan turunnya. Maksudnya, tidak mungkin
diketahui tafsir ayat Al-Qur’an tanpa terlebih dahulu diketahui kisahnya dan
keterangannya sebab turunnya ayat yang bersangkutan.
2.
Kata Ibnu Taimiyyah : mengetahui sebab nuzul dapat
menolong dalam memahami ayat karena sesungguhnya dengan mengetahui sebab dapat
mewariskan ilmu tenatang musabbab. Maksudnya adalah pengetahuan asbabun nuzul
membantu memamhami ayat-ayat Al-Qur’an.[6]
Ulama yang menganggap sangat penting mengetahui asbabaun
nuzul Al-Qur’an tersebut telah merinci kegunaan pengetahuan tersebut ,
diantaranya:
- memberi petunjuk tentang hikmah yang dikehendaki
Allah atas apa yang telah ditetapkan hukumnya.
- Memberi petunjuk tentang adanya ayat-ayat tertentu
yang memiliki kekhususan hukum tertentu.
- Merupakan cara yang efisien untuk memahami makna yang
terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
D.
KESIMPULAN
Ø
Asbabun nuzul zadalah peristiwa yang melatar
belakangi turunnya sebuah atau beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
Ø
Asbabun nuzul diketahui melalui riwayat yang
disandarkan pada Nabi SAW. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan
kepadanya bisa dipegang. Riwayat yang bisa dipegang adalah riwayat yang memenuhi
syarat-syarat tertentu sebagaiaman telah ditetapkan oleh para ahli hadits.
Ø
Tentang pentingnya mengetahui asbabun nuzul,
ulama berbeda pendapat, yaitu:
ü
Sebagian ulama’ mengatakan bahwa pengetahuan
asbabun nuzul tidak penting karena hal tersebut termasuk pengetahuan sejarah Al-Qur’an.
ü
Sebagian ulama’ lain mengatakan bahwa
pengetahuan tesebut sangat perlu, bahkan menurut as-Syatibi pengetahuan asbabun
nuzul merupakan kemestian bagi orang yang ingin mengetahui kandungan Al-Qur’an.
E. PENUTUP
Demikian
uraian makalah yang dapat penulis sajikan, apabila terdapat kesalahan baik
dalam penulisan maupun dalam pemaparan, kami mohon maaf. Kesempurnaan hanya
milik Allah dankekurangan pastilah milik manusia. Karena itu, tidak lupa kritik
dan saran selalu kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.
REFERENSI
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an (Studi Kompleksita Al-Qur’an),
Titian Illahi
Teungku Muhammad Hasbi As-Shodialy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Ilmu-Ilmu
Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an, Pustaka Rizki Putra: Semarang
Didin Saefudin Buchari, 2005. Pedoman MemahamiAl-Qur’an, Gramedia
Sarana Pustaka: Bogor
Manna’ Khalil Al-Qattan, 2001, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
Litera Antar Nusa: Jakarta
Muchotob Hamzah, 2003, Studi Al-Qur’an Komprehensif, Gama Media:
Yogyakarta
[1]
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an (Studi Kompleksita al-Qur’an),
Titian Illahi. Hal 181.
[2]
Teungku Muhammad Hasbi As-Shodialy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an Ilmu-Ilmu Pokok
dalam Menafsirkan al-Qur’an, Pustaka Rizki Putra: Semarang. Hal 18-19.
[3]
Didin Saefudin Buchari, 2005. Pedoman Memahamial-Qur’an, Gramedia Sarana
Pustaka: Bogor. Hal.14
[4]
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Op,Cit. hal.185
[6]
Muchotob Hamzah, 2003, Studi al-Qur’an Komprehensif, Gama Media:
Yogyakarta. Hal. 79
Tidak ada komentar:
Posting Komentar