Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Ulumul Qur’an
Dosen
Pengampu: Istianah, MA

Disusun oleh:
1.
Ummu
Bashiroh (111088)
2.
Sari
Ulya Ningsih (111106)
3.
Rhomlatul
Nihayah (111107)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
2012
MUNASABAH,
MACAM-MACAMNYA DAN URGENSINYA DALAM MEMAHAMI AL-QUR’AN
A.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan samudera ilmu
yang sangat luas. Darinya dapat menjawab berbagai problema kehidupan, dari
sejak diturunkannya, sekarang, dan yang akan datang. Akan tetapi, sudah barang
tentu untuk dapat menemukan satu ikan dalam keluasan samudera bukanlah hal yang
mudah, begitu juga di dalam mencari jawaban dalam al-Qur’an. Sehingga di dalam
memahami Al-Qur’an diperlukanlah penafsiran.
Salah satu syarat di dalam
penafsiran sekaligus menjadi bagian dari ulumul Qur’an adalah munasabah. Dengan
mengetahui munasabah, akan membantu di dalam penginterpretasian sekaligus
pemahaman yang komprehensif terhadap al-Qur’an.
Berdasarkan ilustrasi di atas, kami
akan menjelaskan lebih rinci tentang munasabah dan hal-hal yang berkaitan,
seperti macam-macam dan urgensinya di dalam memahami al-Qur’an dalam makalah
ini.
B.
PERMASALAHAN
Berdasarkan pendahuluan di atas,
maka akan menyisakan permasalahan-permasalahan berikut ini:
1.
Apa pengertian munasabah?
2.
Apa saja macam-macam dari munasabah?
3.
Apa urgensi munasabah dalam memahami
Al-Qur’an?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Munasabah
Munasabah berasal dari kata ناَسَبَ، يُنَاسِبُ، مُنَاسَبَةً yang berarti dekat,
serupa, mirip, dan rapat.[1]
Kesamaan kata munasabah dapat mengacu pada tiga kata kunci yaitu: al-muqarabat
(berdekatan), al-musyakalat (berkemiripan), al-irtibat (bertalian).[2]
Secara istilah, munasabah berarti pengetahuan tentang berbagai hubungan di
dalam al-Qur’an.[3]
Lebih rincinya dapat dijelaskan bahwa munasabah adalah usaha pemikiran dalam
menggali rahasia hubungan antara ayat atau surat dalam al-Qur’an ang dapat
diterima oleh akal.[4]
Menurut al-Suyuthi, al-munasabat
menyangkut ayat-ayat al-Qur’an, dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
1)
Dari segi makna seperti makna ‘am dan khash
atau ‘aqli, hissi, atau khayali.
2)
Dari segi kepastian ada hubungan dalam
pemikiran seperti sebab dan akibat (kausalitas), ‘illat dan ma’lul atau dua hal
yang serupa dan dua hal yang berlawanan.[5]
Hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa munasabah termasuk kajian yang bersifat ijtihadi. Karena sifatnya
ijtihadi, maka timbul:
1)
Hubungan logis yang dapat diterima
2)
Hubungan logis bagi masing-masing ahli.
Akhirnya, timbul dua aliran yang berpendapat bahwa:
1)
Semua ayat/surat memiliki hubungan
2)
Tidak semua ayat/surat memiliki
hubungan.[6]
2.
Macam-macam Munasabah
A.
Munasabah antar ayat
1.
Hubungan kalimat dengan kalimat lain
dalam satu ayat, dapat dilihat dari dua segi yakni:
§ Munasabah
yang secara jelas dapat dilihat dan dikuatkan dengan huruf athf (kata
penghubung).[7]
Adapun ayat-ayat yang ma’thufah dapat diteliti
melalui bentuk susunan berikut:
- المُضَادَة
(perlawanan/bertolak belakang antara suatu kata dengan kata lain).
Misalnya kata الرَّحْمَةُ
disebut setelah العَذ1َابُ; kata الرَّغْبَةُ sesudah الرَّهْبَةُ;
menyebut janji dan ancaman sesudah menyebut hukum-hukum. Hubungan seperti ini
banyak terdapat dalam surat Al-Baqarah, An-Nisa’, dan Al-Maidah.
- الإِِِسْتِطْرَاد
(pindah ke kata lain yang ada hubungannya atau penjelasan lebih lanjut).[8]
Seperti hubungan antara pakaian takwa dengan pakaian
biasa dalam menutupi aurat manusia, sebagaimana disebut dalam surat al-A’raf
ayat 26:
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä ô‰s% $uZø9t“Rr& ö/ä3ø‹n=tæ $U™$t7Ï9 “Í‘ºuqムöNä3Ï?ºuäöqy™ $W±„Í‘ur ( â¨$t7Ï9ur 3“uqø)G9$# y7Ï9ºsŒ ׎öyz 4 [9]
- التَّخَلُّصُ
(melepaskan kata satu ke kata lain, tetapi masih berkaitan).
Misalnya, ayat 35 surat An-Nur (24):
ª!$# â‘qçR ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur 4 ....
Ada
lima at-takhallushat, yaitu:
·
Menyebut النُّوْر
dengan perumpamaannya, lalu ditakhallushkan ke الزُّجَاجَةُ
dengan menyebut sifatnya.
·
Kemudian menyebut النُّوْر
dan الزَّيْتُونَة yang meminta bantu darinya, lalu
ditkhallush dengan menyebut الشَّجَرَة.
·
Dari الشَّجَرَة
ditakhallush dengan menyebut sifat zaitun.
·
Lalu ditakhallush dari menyebut sifat الزَّيْتُونَة
ke sifat النُّوْر
·
Kemudian dari النُّوْر
ditakhallush ke nikmat Allah berupa hidayah bai orang yang Allah kehendaki.
-
Tamstsil dari keadaan
Seperti
tamtsil yang disodorkan dalam surat Al-Isra’ (17) ayat 1 dengan 2 dan
3.Peristiwa Isra’ Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Palestina sebanding dengan
Isra’ Nabi Musa as dari Mesir ke Palestina. Ayat itu dihubungkan dengan ayat 3
yang berisi kisah Nuh: bahwa keturunannya wajib meniru Nuh a.s. sebagai hamba
yang bersyukur. Ayat tersebut dihubungkan lagi dengan ayat 8-9 yang menyebutkan
barang siapa berbuat baik atau jahat akan mendapatkan balasan sesuai janji
Allah.[10]
§ Munasabah
dari dua kalimat dalam satu ayat tanpa huruf athf.[11]
Ada
tiga bentuk hubungan yang menandai adanya hubungan ayat dengan ayat atau
hubungan kalimat dengan kalimat.
a.
التَّنْظِيْر
(berhampiran/berserupaan)
Misalnya ayat 4 dan 5 surat Al-Anfal (8):
y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_u‘yŠ y‰YÏã óOÎgÎn/u‘ ...
!$yJx. y7y_t÷zr& y7•/u‘ .`ÏB y7ÏG÷t/ Èd,ysø9$$Î/ ....
Maksud
ayat itu, Allah menyuruh untuk mengerjakan urusan harta rampasan, seperti yang
telah kalian lakukan ketika perang Badar meskipun kaummu membenci cara demikian
itu. Allah menurunkan ayat ini agar kaum Nabi Muhammad SAW mengingat nikmat
yang telah diberikan Allah dengan diutusnya rosul dari kalangan mereka (surat
Al-Baqarah: 151) كَمَا أَرْسَلْنَا فِيْكُمْ,
sebagaimana juga kaummu membencimu (rosul) ketika engkau mengajak mereka keluar
dari rumah untuk berjihad.
b.
الإسْقِطْرَاد
(pindah ke perkataan lain yang erat kaitannya)
Misalnya surat Al-A’raf ayat 26.
c.
المُضَادَةُ
(perlawanan)
Misalnya surat Al-Baqarah:6 yang
berisi memberi petrunjuk kepada orang kafir, berlawanan dengan ayat sebelumnya
yang menyebutkan tentang kitab, orang mukmin, dan petunjuk.
2.
Hubungan ayat dengan ayat dalam satu
surat[12]
Misalnya kata مُتَّقِيْن
di dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dijelaskan pada ayat berikutnya mengenai
ciri-ciri orang-orang bertakwa.[13]
3.
Hubungan penutup ayat dengan kandungan
(isi) ayatnya.
Munasabah dalam bentuk ini diturunkan dalam berbagi
pola:
o
Tamkin (memperkokoh), artinya dengan
fashilat satu ayat maka makna yang terkandung di dalamnya menjadi lebih kokoh
dan mantap seperti kata قَوِيًّا عَزِيْزًا
(Maha Kuat dan Perkasa) dalam menutup ayat 25 dari surat al-Ahzab
4 ) ’s"x.ur ª!$# tûüÏZÏB÷sßJø9$# tA$tFÉ)ø9$# 4 šc%x.ur ª!$# $‡ƒÈqs% #Y“ƒÍ•tã (
o
Ighal (penyesuaian dengan fashilat ayat
sebelumnya)
Sepertiمُدْبِرِيْنَ أِذَا وَلَّوْ (apabila mereka
berpaling membelakang) fashilat ayat 80 dari an-Naml
Ÿwur ßìÏJó¡è@ §MÁ9$# uä!%tæ‘$!$# #sŒÎ) (#öq©9ur tûïÌÎ/ô‰ãB
o
Tashdir: menyebut lafal fashilat dalam
celah-celah redaksi ayat yang ditempati oleh fashilat itu baik di awal, di
tengah, maupun di akhirnya. Seperti ayat: رِجَالٌ يُحِبُّوْنَ أَنْ
يَتَطَهَّرُوِا وَاللّهُ يُحِبُّ الِمُتَطَهَِّرِيْنَfashilat الِمُتَطَهَِّرِيْنَ serasi dengan lafal يَتَطَهَّرُوِا yang terletak di akhir redaksi ayat itu.
o
Makna yang terkandung dalam fashilat telah
diisyaratkan dalam redaksi ayat yang ditempati fashilat itu (tausikh). Seperti
dalam ayat 37 dari surat Yasin
B.
Munasabah antar surat
1)
Hubungan awalan uraian dengan akhir
uraian surat[15]
Misalnya surat al-Mu’minun dimulai dengan :
ô‰s% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$#
Kemudian di bagian akhir surat ini ditemukan
kalimat:
2)
Hubungan nama surat dengan tujuan
turunnya. Terbagi menjadi dua macam:
a.
Hubungan yang diketahui berdasarkan
riwayat. Contoh kata “Al-Baqarah” diambil dari kata yang terdapat dalam ayat 67
sampai 71. Ayat-ayat tersebut memuat kisah Al-Baqarah dalam kaitannya dengan
kisah Nabi Musa a.s dan kaumnya.
b.
Hubungan yang diketahui berdasarkan
penelaahan pikiran secara logis.
Misalnya ketika membicarakan surat Al-Isra’ diawali
dengan kalimat tasbih dan berakhir dengan kalimat tahmid. Kalimat tasbih memang
selalu diucapkan lebih dulu daripada kalimat tahmid.
c.
Hubungan surat dengan surat sebelumnya.
Hubungan surat satu dengan surat sebelumnya dapat dicari melalui empat cara,
yaitu:
Ø Dilihat
melalui huruf (bi hasb huruf). Misalnya, surat-surat yang dimulai dengan حم dan الر
tersusun berurutan.
Ø Karena
ada persesuaian antara akhir suatu surat dengan permulaan surat berikutnya.
Misalnya, akhir surat Al-Fatihah dengan permulaan surat Al-Baqarah.
Ø Dapat
dilihat melalui الوزن dalam lafadhnya.
Misalnya, akhir surat Al-Lahab dengan akhir surat Al-Ikhlas.
Ø Adanya
kemiripan (bahkan sama) dalam bilangan ayat dalam ayat dalam suatu surah dengan
surah berikutnya. Misalnya, bilangan surat الضحى
dan الم نشرح
d.
Hubungan penutup surat terdahulu dengan
awal surat berikutnya. Misalnya hubungan akhir surat Ali Imron (3) dengan
permulaan surat An-Nisa’ (4). Surat Ali Imron ditutup dengan perintah bersabar
dan bertakwa kepada Allah, sedangkan surat An-Nisa’ diawali oleh perintah takwa
kepada Allah juga.[17]
3.
Urgensi Munasabah dalam Memahami
Al-Qur’an
Munasabah di dalam memahami Al-Qur’an sangatlah
penting, karena dengan dikuasainya ilmu ini maka akan dapat merasakan secara
mendalam bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh dalam untaian
kata-kata yang harmonis dengan makna yang kokoh, tepat, dan akurat sehingga
sedikitpun tak ada cacat. Selain itu, dengan munasabah dapat memberikan
gambaran yang semakin terang bahwa Al-Qur’an itu betul-betul kalam Allah, tidak
hanya teksnya, melainkan susunan dan urutan ayat-ayat dan surat-suratnya pun
atas petujuk-Nya.
Tanpa adanya munasabah, seseorang akan kesulitan
dalam memahami Al-Qur’an, dan ada kemungkinan keliru dalam memahami dan
menafsirkannya seperti kekeliruan Guillaume yang menganggap sistematika susunan
Al-Qur’an kacau karena ayat-ayat madaniyat masuk ke kelompok ayat makiyyat da
sebaliknya.
Dengan dikuasainya ilmu tanasub, seseorang akna
merasakan suatu mukjizat yang luar biasa dalam susunan ayat-ayat dan
surat-surat Al-Qur’an. Mengetahui penempatan suatu kata atau kalimat dalam
untaian ayat-ayat Al-Qur’an betul-betul sangat tepat dan akurat, baik dari segi
susunan dan uslub, maupun makna dan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.[18]
Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’I, MA, manfaat
mempelajari munasabah, antara lain:
a)
Menghindari kekeliruan dalam menafsirkan
Al-Qur’an, sebab munculnya kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah karena
tidak mengetahui munasabah
b)
Intensifikasi pengertian Al-Qur’an.[19]
Mengingat peran penting munasabah
sebagaimana digambarkan di atas, maka masuk akal bila pakar ulama tafsir
seperti Ibn al-‘Arabi menyatakan bahwa kajian munasabat adalah suatu ilmu yang
besar dan mulia, hanya orang-orang tertentu yang dapat menggalinya. Al-Zarkasyi
juga mengakui pentingnya ilmu ini dengan menyatakan secara tegas bahwa
munasabat adalah ilmu yang amat mulia yang dapat memelihara dan meluruskan pola
pikir serta mengenal kadar kemampuan seseorang dalam berbicara.[20]
D.
SIMPULAN
Dari penjelasa di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa munasabah adalah pengetahuan tentang berbagai hubungan
di dalam Al-Qur’an. Secara garis besar, bentuk/macam munasabah terbagi menjadi
dua, yaitu munasabah antar ayat dan munasabah antar surat, yang kemudian
dikembangkan menjadi 7 macam bentuk munasabah. Sedangkan mengenai urgensinya di
dalam memahami A-Qur’an sangat banyak di antaranya adalah dapat menghindari
dalam penginterpretasian Al-Qur’an.
E.
Penutup
Demikianlah makalah ini kami susun.
Kritik konstruktif senantiasa kali tunggu demi pembenahan makalah ini agar
lebih baik ke depan. Semoga bermanfaat bagi keilmuan kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Baidan,
Nashiruddin. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Shihab,
Quraish, dkk. 1999. Sejarah dan Ulum Al-Qur’an. Pustaka Firdaus: Jakarta
Suhadi.
2011. Ulumul Qur’an. Nora Media Enterprise: Kudus
Syafe’I,
Rahmat . 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Pustaka Setia: Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar